Hingga senja berlalu aku masih memikul pilu diselimuti malam hitam sirna setiap warna dari matanya
ketika mentari kembali dari mimpi dia masih lagi tersesat di dalam rimba igau yang menjerat didustai lelap yang terus mendodoi
dalam mimpi yang tak pasti itu dua jiwa yang bercinta bertemu untuk kepastian apakah kita telah sampai ke terminal cinta?
sepantas panahan kilat kubangunkan diri dari lelap yang kelat kami kembali memujuk diri untuk tidak mahu lagi berdiri di atas terminal cinta yang kian jelas di mata
katanya padaku "kita akan berangkat ke sana nanti meneruskan kembara yang benar bukankah kehidupan ini perjuangan memartabatkan cinta pada-Nya?"
terminal cinta kutinggalkan seketika untuk kembali mendakap dia yang telah tersedar dari lelap yang penuh luka.
AKU ingin seperti pelaut kembara bersama masa meredah samudera mencari kota teman bicara bukan sepotong kapar hanyut menurut aliran arus terdampar di tebing asing tempat bertenggek si camar putih reput ditelan waktu
aku ingin menjadi ombak galak bersajak menjadi kekasih pantai putih melangkah lautan umpama pahlawan teman bahtera menari di samudera bukan sepotong kapar dari pohonan rimbun tempat camar berhimpun terkumpul menjadi unggun
Akulah sepotong kapar dari hutan terbiar ingin menjadi pelaut impian enggan bertaut ingin menjadi ombak jasadku dibiar melambak menanti reput terkubur di padang rumput.