Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Thursday, August 4, 2016

SCHADENFRAUDE*


SCHADENFRAUDE*

Dia bertanya
mengapa manusia merosakkan dunia
atas nama Tuhannya
seperti para malaikat bertanya pada Yang Esa
mengapa dicipta manusia
yang akan merosakkan dunia

Dia cuba memahami
sikap dan sifat manusia
dari sudut minda
yang enggan menerima kewujudan-Nya

Dia seperti mencari
sampah di ujana bahari
ketika bunga membusa wangi
bertemu sekelumit langau
tersesat di laman rama-rama

dia berbicara seperti pendeta
berminda dahri dari lembah nihilisme
menikmati keseronokan
setelah menatap malang

kita hanya boleh berdoa
hidayah Allah menyentuh hatinya.

4 Ogos 2016


Monday, November 23, 2015

SEORANG PERWIRA DARI DESA DI PINGGIR KOTA

SEORANG PERWIRA DARI DESA DI PINGGIR KOTA
(Allahyarham Trooper 19151 Rosli bin Buang S.P. dalam kenangan)

Gema tiupan trompet Paluan Akhir
meluluhkan air mata  
ada cerita luka, tertayang di layar minda
ada raga didera duka, tanpa noktahnya
Pernahkah kita bertanya
nilai sebuah merdeka
yang kian hari kian kerap dipersenda, pernahkah?

Enam Julai sembilan belas tujuh puluh satu
tarikh pilu seluruh warga negeriku
Allahyarham Trooper Rosli bin Buang
anak nelayan dari desa di pinggir kota, gugur di Cemor
mempertahankan maruah dan kedaulatan negara
dari onar petualang yang menggugat tanah merdeka  

Apakah darah perwira yang tertumpah
ketika usia teramat muda
di kaki gunung Langkau itu
masih dalam ingatan bangsa?
atau hilang dari catatan sejarah negara?
apakah mungkin kau dilupakan
setelah empat dekad berlalu waktu pilu

tidak !  di mata dan hati bangsa
yang mengerti makna sebuah perjuangan
yang menghargai erti merdeka
yang memaknai merdeka
kau perwira perkasa
kau terus hidup setelah terhenti usiamu

Telah empat dasawarsa berlalu peristiwa
pemuda anak desa harapan ayah bonda
gugur seperti kemboja, mewangi di pusara
kau tetap dalam ingatan keluarga dan bangsa

sesekali, teringat pada surat terakhirmu
luluh hati adinda yang kau kasihi
catatan tintamu memantulkan makna
sayang seorang abang
kekal menjadi sejarah keluarga tercinta

" Adik sayang,
bulan ini abang terlewat
menghantar wang sakumu
kerana harus ke hutan
memburu musuh negara"

namun, yang adikmu terima
hanya jenazah bersalut jalur gemilang
tiupan trompet paluan akhir pagi itu
meluluhkan setiap tetes air mata,
langit dan laut ikut berduka
angin semilir terhenti membusa
unggas  enggan bernyanyi
desamu kaku dalam sendu

Begitulah catatan yang benar
sejarah perjuangan perwira negara
tidak pernah terlupa oleh rakyat jelata
walaupun terasa dendangan kepahlawananmu
tidak terdengar gemanya
entah di mana silapnya?

Warga bumi merdeka tidak pernah lupa
semalam penuh dendam
petualang membakar belantara
dengan benci dan iri
hari ini ada yang ingin merobah sejarah
petualang minta didendang


kami tidak pernah lupa
dogma yang dibawa dari negara
di mana mengalir sungai jingga
dengan panji-panji merah menyala

Malam ini kami kembali mengingatimu
perwira perkasa bangsa merdeka
pahlawan gagah berani
gugur demi tanah tinggalan nenda
kembali kepada Yang Esa
ketika usia teramat muda
ketika cintamu mekar dan segar
ketika rindumu melamar kamar hati

Malam ini kami ingin bertanya
masihkah ada catatan sejarah bangsa
seorang perwira dari desa di pinggir kota
yang gugur di batas rimba?
atau, apakah kita sudah terlupa
menilai erti setia?

PHARO BIN ABDUL HAKIM

1 November 2015  

Tuesday, November 3, 2015

KETIKA GETAH TERAMAT MURAH


Thursday, October 29, 2015

IKEBANA 2

...fragmen puisi IKEBANA 2

Malam kusulam aksara
menjadi kata-kata berbeza
antara janji dalam mimpi
dan realiti dinihari

kususun ranting bunga dan daun
menjadi ikebana citra kembara
setelah empat dasawarsa
membelah masa.

29 Oktober 2015





Sunday, September 6, 2015



KALA PAGI MENARI

Kelopak bunga didakap embun
kala pagi menari
tiung menyanyi
dahina telah kembali


mengapakah masih ada yang bermimpi?


31.7.2013 

Monday, January 27, 2014

PENGUTIP MUTIARA





Di padang rumput sedang mentari masih mimpi
embun berhimpun di hujung daun
kulihat cahaya mutiara berserakan dan melata
kita berpagi dalam harmoni
embun menari mentari masih bersembunyi

seorang tua dari teratak di tebing sungai Loba
merakam wajah - wajah pagi
embun itu mutiara yang sering dilupa
dikutipnya wajah embun dan dicanai menjadi citra
seorang pengutip mutiara

berbahagialah jiwa yang dapat melihat kebesaran-Nya

28 Januari 2014

Sunday, September 22, 2013

DI GERBANG ENAM DASAWARSA





ada ketika aku ingin kembara menerobos jalur ingatan
terapung bersama gumpalan gemawan di jumantara minda
mengutip manik-manik usia remaja aneka warna
untuk kupintal menjadi kalung mimpi tanpa watas masa
hadiah untuk diri, menjadi pusaka bukan longgokan dosa
kerana di lapangan senja penuh warna pesona
sangat menjerat upaya,
aku terasa renta di gerbang enam dasawarsa
kabur segala dan aku tersadai di penjuru masa

ketika malam bersendiri aku sabar menanti hamparan bimasakti
menanti malam melabuh tabirnya
dingin membentuk embun hadiah buat pagi
apakah kita akan bersatu antara waktu, melakar sejarah dan wajah
atau berpisah dalam lelah, terlena dalam jaga di penjuru usia tua
bermimpi dalam kelana, pasrah menerima seadanya

aku hanyalah matahari yang menari di awal pagi
kau purnama penyuluh kala malam temaram
kita belajar memahami falsafah kembara bersama
merentasi segara antara tenang dan gelora
sesekali ada ombak galak menolak dan aku terpanggil di atas palka
kau merintih kerana olengan bahtera tentunya sementara
haruskah kuingatkan padamu destinasi kita semakin hampir
dermaga esok telah kelihatan di hujung tanjung
tempat berkunjung, tempat bersama, tempat menanti
pelayaran agung dijanjikan untuk kita berdua

malam-malam yang berlalu itu telah sirna
hanya setiap detik kita bersama memugar bahagia akan lestari
terakam dalam diri, tercatat dalam nubari
menjadi memori untuk seribu tahun lagi
kerana esok pasti ia menjadi kamus kehidupan pewaris bahagia
bagaimana menulis cerita bertemakan cinta seadanya
tanpa pertimbangan darjat, harkat - hanya kesungguhan dan keikhlasan
keazaman dan keyakinan pada kasih sayang
bukan longgokan harta dan nama beriringan pangkat berjela

aku terasa ingin kembali menjenguk masa muda,
masa luka dan masa penuh cerita cinta
kerana di situ ada detik yang membahagia
ada waktu yang tersilap ucap kata-kata
ada langkah yang tersisih dari laluan cita-cita
kubiarkan segala bermalam di gerbang enam dasawarsa
kerana esok aku ingin terus bertualang
mencatat perjalanan menjadi legasi
supaya esok lebih mudah singgah ke pelabuhan
memunggah segala isi palka jiwa
untuk bekalan masa muka yang pasti adanya.

22 September 2013 (Ulta ke-60)






Wednesday, June 26, 2013

CINTA PUTERI TANAH RUMBIA


SENI tanah rumbia di wajahnya
menatap masa
dunia tanpa penaps warna
manusia tanpa pura-pura
negara tanpa sipi saksamanya

aku yang bertualangan di banjaran Titiwangsa
tersesat di tengah rimba sengketa satwa
haus yang mendera
lalu kuseru namamu, puteri tanah rumbia
masihkah ada cinta

hari berlalu
ada yang terlupa mentafsir cintamu.

26 Jun 2013