Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Sunday, November 23, 2008

MENARA HARAPAN (2)

 
 MENARA HARAPAN (2)

(Allahyarham Haji Odita Ibrahim, teman di kota taman dalam kenangan -Al Fatihah)

Kuingati perit bengit
mendepani karenah kuasa
dan prejudis korporat
ketika menbdaki manara cita
untuk menjadi dewasa
mengejar mimpi ayahanda

Lima tahun yang panjang
bertandang di sekolah tinggalan penjajah
kita belajar nilai kemanusiaan
mentafsir makna kehidupan
memahami erti kesetiakawanan
menilai martabat asing
kita pun menjadi dewasa

di penghujung waktu
kita susuri tekad dan hasrat
melangkah ke daerah masa muka
dari dua hala yang berbeza
aku terdampar di kaki cangkat
kau penjelajah kota metropolitan
kita hilang bersama musim yang berganti
mengejar destinasi yang pasti

kuingati laluan usang
yang telah memerdekakan jiwa
setelah tiga puluh tiga tahun
sejarah tertinggaaal di sudut fikir
lalu kutulis puisi untukmu
dan setiakawan adalah tema yang pasti
kita tinggal di kota taman
namun terlalu sukar untuk bersalaman

Begitulah masa menentukan segala
tiada ruang untuk kembali ke alam remaja
walaupun jauh di lubuk hati
tersimpan kerinduan seorang teman
menjenguk kembali jejak-jejak silam
tersimpan seribu cerita

pagi sunyi kuterima berita dari teman
kau kembali menemui Tuhan
dan aku menjadi kaku dan bisu
terpahat seribu kesal
kita tidak sempat menjanjikan pertemuan
melukis reka Menara Harapan
lambang kesetiakawanan
untuk menghiasi laman
sebuah kota bernama teman.

Kuching
25 Oktober 2005
dipetik dari kumpulan puisi BINGKAI WAKTU

Thursday, November 20, 2008

MENARA HARAPAN (1)

(Buat seorang teman, arkitek di kota taman)

Menatap pencakar langit
tegak di persada kota
membuat aku kagum
pada jiwa seorang teman arkitek
yang dahulunya pernah menjadi buruh kasar
turut membina Bangunan Yun Phin perkasa
di tengah kota taman
kuingat sepanjang zaman

Begiutlah masa mengabadikan cerita
ada sejarah boleh membuat kita marah
ada kenangan memberi ketenangan
ada memori tinggal bersemi di hati
ada perjuangan tidak pudar dari ingatan
ada teman tidak terlupakan
ada cita-cita tidak kesampaian
ada harapan tidak kecapaian

Menatap arca budaya yang pernah diukir
aku rasa terpanggil untuk merakam
cerita kita di tepian kota
menggerakkan kesungguhan hati
memaknakan kesatuan
menulis cerita budi
di atas pentas bangsawan
menari, menyanyi mendukung harmoni

ketika usia bergerak lari
kupohon darimu sedulang janji
binakan sebuah menara harapan
di atas tapak kesetiakawanan
agar dapat kutoleh saat yang hilang
terlalu banyak pengajaran yang tertinggal di belakang

Tiga dekad yang terlepas
sukar kembali ke laman diri
entah esok masa kepergian
kita tak sempat meninggal pesan
tinggalkan potretmu di tengah laman
untuk kusimpan sepanjang zaman
bagimu mimpi bukan lagi khayalan
dan pelangi itu satu kenyataan.

Kuching
10 Disember 2003

dipetik dari kumpulan puisi: BINGKAI WAKTU
(nota tambahan: temanku ini meninggal dunia lebih setahun setelah puisi ini kutulis. Al-Fatihah)



Sunday, November 16, 2008

DUKA PURNAMA

Ingin kugapai purnama
seketika dalam mimpi
menghiasi kamarku
malamku didakap tenang
dan aku kembali muda

duka menerpa purnama
durja dilitupi mega
malam dirasuk kelam
langit teramat cemburu
dan aku menjadi layu

kuhembus gugusan awan
kusergah mega durjana
musim pun berlalu
meninggalkan pelabuhan alam
kembara menjelajah cakerawala
cinta pun berkelana
tersesat di rimbs fana

malamku kian hilang
purnama sirna
dan aku kembali ke dunia nyata
menjadi kekasih setia.

Kuching
20 Ramadan 1426

dipetik dari Kumpulan Puisi BINGKAI WAKTU


Friday, November 14, 2008

HAIKU#047008

HUJAN DISEMBER
SUNGAI MELIMPAH TEBING
KAMI BERENANG

Wednesday, November 5, 2008

PEREMPUAN TUA(3)

Perempuan tua dari Bintawa
kau lahir dari akar penegak budaya
dari pohon merimbun santun
berayahkan penoreh getah
yang tidak menyesali perih
menjunjung amalan soleh
menbangun keluarga dengan iman
bersendi harapan bertunjang sopan

Ibumu wanita ulungdi hujung kampung
mendepani masa dengan usaha
membina mahligai keluarga
memperkasa kehidupan berteraskan setia

Belum tercecah usia perawan
ayah dan ibu menemui Tuhan
kau terdampar di celah duka
bertamu di rumah tetangga
dengan peluh dan jerih
kau harungi gelombang sedih

Lima belas tahun terlalu muda
untuk menjadi isteri kekdua
seorang pemuda berbangsa India
yang susur galurnya bermula di Iraq
demi kehidupan yang lebih sempurna
kau harungi dugaan masa
membina keluarga berasaskan setia

Perempuan tua
dari seorang isteri muda
kau pertaruh seluruh upaya
membesar sebuah keluarga
bersandar adat dan budaya
menyuluh laluan dengan cahaya
bersendikan agama mulia

Lima kelahiran yang diderita
membesar menjadi manusia
-politikus negara penegak saksama
-pendakwah mulia penyebar agama
-pejuang sastera pemertabat budaya
-pengembara bertandang di tanah seberang
-dan si bongsu pelaut cekal

Perempuan tua dari Bintawa
masa telah melukis suasana
waktu telah menawar restu
tafsirkan senja dengan seribu makna
lautan tidak seluas ceritamu
malam tidak sesuram dukamu
bumi tidak seindah zuriatmu.

Kuching/Miri
1999

dipetik dari kumpulan puisi: BINGKAI WAKTU

Sunday, November 2, 2008

SEKADAR MIMPI

SEMALAM aku bermimpi
mentari tidak kembali
kita pun bergelap
dan kehidupan pun malap
untuk kesekian waktu

yang tinggal memberi sinar
hanyalah kunang-kunang bejuta
datang membawa cahaya dan bahagia
di saat kegelapan menyelimuti alam

rupanya mentari tidak bersembunyi
hanya mendung yang mengurung
lantaran hatinya tergores
oleh panahan mentari pagi
ketika malam enggan mengundur diri
ketika bintang ingin berpesta lagi

tersedar aku dari mimpi
siang masih belum muncul lagi
langit malam kelam
diliputi awan hitam
purnama dipenjara mendung
dan bintang bukan lagi pelindung
kutadah tanganku yang dingin
memohon sejuta doa
kembalikan cahaya
untuk kuhidup ketika senja.

2004

dipetik dari kumpulan puisi BINGKAI WAKTU