Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Thursday, August 23, 2007

NILAI BUATMU


Semalam teman-teman sepejabat sekali lagi mengadakan majlis perpisahan buatku. Terasa benar kemesraan yang ditunjukkan oleh taulan. Aku tersentuh. Dalam suasana pagi yang sepi mereka hadiahkan sebuah potret klasik untuk tatapanku sepanjang masa sendiri setelah perkhidmatan sampai ke hujung jalan. Aku sendiri tidak menjangka kepiluan meresapi diri, tapi aku harus belajar menghadapi kesepian..kerana akhirnya nanti kita pasti akan kesepian jua..
Seorang teman sepejabat menghulur sekeping kertas. Kubuka dan kulihat di dalamnya potretku (seperti di bawah ini) dan sebuah puisi dengan tajuk NILAI BUATMU...puisi tulisan Norizan, teman sepejabat..Aku tidak pernah menjangka akan ada teman yang akan meneruskan usaha membudayakan puisi di JPNS...

Tahniah Norizan dan teruskan usaha..

Kucatatkan puisi tulisan Norizan untuk tatapan semua...
Norizan , awak punya bakat besar. Percayalah pada diri...

Nilai Buatmu
Di sini kekadang kuhulur jua
catatan saja-saja
yang punya ribuan cela
namun kutahu
kau sedia memaafkan, membetulkan
dan aku akan bersedia
mengutip mutiara iktibar

Dengan ucapan yang amat memikat
darjatmu itu segera terangkat,
maka dengan rasminya
kami yang punya mata dan telinga
akur dengan filsafat pujangga
bahawa kaulah penyair paling berharga

Kau inspirasi
mungkin nanti
sesudah kau pergi
aku tidak bisa lagi
menulis puisi

izanifa

22 Ogos 2007.



Monday, August 20, 2007

JAMBATAN WAKTU


Antara dua tebing
yang saling berselisih kata
kauhulur salam saudara
membuka dadamu menghampar budi
menjadi penyambung musim
memaut erat hati yang terluka
yang mula melupai makna kesetiaan

Engkau jambatan waktu
menjadi saksi kekentalan warga
merentasi arus sungai peradaban
memikul hampas rimba ketamakan
menuju ke muara kehidupan
yang penuh dengan ketakpastian

Di dadamu terpikul seluruh beban
di tanganmu tergenggam segumpal harapan
di hatimu terpahat riwayat
kelukaan yang tersimpan menjadi pusaka
kekal kukuh seabad usia
setiap detik setiap langkah setiap madah
terakam menjadi pesanan yang murni
jangan ada hati yang benci
jangan ada cinta yang dinoda
jangan ada amanah yang dipecah

Hari ini kelukaanmu menjadi parah
seperti kematian yang hampir
menerkam jasad yang telah kecundang
didakap kesejukan arus
atau inikah penutup segala cerita?
atau ada pembela
yang mahu memaksa diri
menghimpun kekuatan baru
atau mungkinkah ini masa berduka
terdampar ditinggal musim
terkubur bersama tangisan tebing
dibunuh wakktu yang teramat cemburu.

November 2004.

Sunday, August 19, 2007

KUJELAJAHI SEBUAH MALAM



Kujelajahi sebuah malam
di celah-celah keheningan
kupanjatkan serangkap doa
diiringi bisikan air mata
kugapai sakinat yang tersembunyi
di tepi pantai taqwa

Lalu kau buka kamar keinsafan
membantutkan kalut di pinggiran hati
sedulang pesan terhidang
buat tetamu di kedinginan dinihari

Kujelajahi sebuah malam
menenun harap menjahit hiba
telah kukoyak siang hitam
telah kulontar igauan kusam
setelah terlerai tirai hidayat
menyinggirkan cerita di pentas hakikat

Malam ini pasti kujengah jendela usia
menanti Kekasih yang telah lama dilupa
kerana ego yang menjalar fikir
ada bicara antara kita
tentang semalam yang dusta
tentang esok yang kian hampir
tentang diri yang kian mengerti
makna sebuah malam sepi

Kuseberangi jeladiri kehidupan yang luas
di atas pusta amal
mengharap ketemu pantai iman
agar tak terkandas di beting dosa
oleh tiupan badai maksiat

oleh hempasan ombak nafsu
kusinggahi dermaga simpati
sambil memunggah muatan hayat

Kujelajahi malam tenang
berbicara bersama Kekasih
kubisikkan rahsia diri
ingin memiliki taman
yang menjanjikan sejuta senyuman.

Mei 1994

Saturday, August 11, 2007

MENDEPANI RESAH

Melewati perigi duka

aku dihidang resah membara

resah unggas tidak berbatas

resah petani kehilangan padi

resah nelayan tidak bersampan

lalu kukumpul resah menjadi puisi

rakaman sejarah budi


Dari sudut jendela hiba

jejaka pejuang bangsa

datang membawa rencana

"mari kita robek dinding sengketa

kita roboh mercu tanda derita

bersama kita perkasakan bangsa

bersama kita dirikan tugu saksama

kita bulatkan tekad

kita daulatkan hakikat"


Lalu terpercik api perjuangan

dari obor setiakawan

menyuluh ibu pertiwi

dengan sinar kemenangan

dengan cahaya kebijaksanaan

Menatap helaian peristiwa

aku mula terdidik erti setia

terangsang menjunjung tepak saksama

terpanggil menegakkan panji-panji hakiki

kerana setelah setengah abad

belayar di lautan merdeka

masih ada nakhoda tersesat hala

masih ada kelasi terpinggir di terali

masih ada juragan mempersenda

peraturan dan janji


Mendepani resah

perlu kejujuran madah

bukan kelantangan hujah

memadam hiba

perlu prakarsa mulia

bukan sandiwara

tirai kebobrokan sudah lama dilabuh

bahtera kebenaran telah mula diangkat sauh.




Kuching

21 April 2001