
TEJA SIMUNJAN Aku kembali menjenguk wajah kekasih setelah tiga dekad dipisah masa menyusur perjalanan dan seperti dulu, kau masih resah pada tebingmu yang parah dihakis, dihiris arus Sadong yang bengis tanpa simpati meranap pangkalan kehidupan menghumban titian usang ke dasar dalam tinggallah tunggul-tunggul terpacak di tebing seperti anak-anak terdera luka, duka dan terpenjara Di dadamu aku pernah bernafas sebebas unggas membina pentas budi di persada pertiwi mendukung lakonan cerita manusia yang tidak kenal erti luka tidak mengerti erti duka meniti malam durja dengan seluruh upaya menjunjung obor murni di puncak...