Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Sungai Sarawak

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Saturday, December 31, 2011




PESAWANGAN PHARMY

Setelah kesekian waktu
terasing dipagar musim
terpisah oleh sejarah
detik pesona itu kembali 
di hujung malamku, akhirnya

kita telah berlari
menerjah dua belahan bumi
meninggalkan cebisan mimpi
tercicir di jejak nubari  
jadilah kita pelukis di teluk nubari 
melakar wajah mimpi
tertinggal bersama kesal dan khayal

benar, malam itu waktu sakti
tempat menonton sejarah diri
tanpa mengerti
mengapa pulangnya siang
tak berteman
sedang janji matahari
tidak pernah dimungkiri

ah! Kita telah terlalu tua 
untuk bersama meniti senja  
anak-anak telah dewasa
bertarung dengan masa
menjunjung panji-panji keluarga
langit dan mentari pun menjingga
sementara Serapi memerhati setia

Mari bersamaku menyusur waktu
mudik ke hulu hati yang kian sunyi
di hujung laluan ini
telah terbina Pesawangan Pharmy
sebuah istana untuk kita melabuh usia.

28 Disember 2011

Wednesday, December 28, 2011

PEKAKA BAKAU (Halcyon chloris)

Pekaka Bakau pun bercerita

"akulah si baju biru

teman ombak menderu

pantai di tanah utara

kini milik penjarah rimba

kerana dosa birokrat haloba

kau tentu ingin menulisnya

bukankah puisi itu senjata?"


Pekaka Bakau berdada putih

membawa cerita sedih

nelayan hilang pangkalan

laluan ke pantai dihadang palang

di papan tanda tertulis amaran

"Private property no trespassing"

nelayan seperti pendatang asing

di atas tanah tinggalan leluhur

"tulislah puisi untuk dimengerti

bukan bait-bait yang kabur"


Pekaka Bakau memahami

makna sebuah kehidupan

"apakah kau masih berdiam diri

membiarkan alam dan bangsamu kedukaan?"


28 Disember 2011

Wednesday, December 14, 2011

CIAK RUMAH @EURASIAN TREE SPARROW


Kawanan ciak rumah

bertandang di laman

mencicip dan menyanyi

bahagia sekali di bumi ini

di kota penuh cerita

makanan melimpah melata

dan ciak rumah pun berpesta


Ciak rumah dari negeri jauh

di bumi sang petani

singgah di rimba milik si pipit jawa

berjuang untuk kehidupan sempurna

kota ini telah menjadi syurga baginya


dari jendela

kulihat kawanan ciak rumah

menyerang seekor murai gila

yang bernyanyi dan menari

di atas dahan rambutan tua

katanya “ ini kawasan kita”

murai gila terbang jauh di belantara

sedang hatinya masih bertanya

“sejak bila mandala ini milik mereka?”


14 Disember 2011.

Thursday, December 8, 2011

SI KUNYIT KECIL YANG MENYANYI


Dari dahan ke dahan
bernyanyi irama alam
resahnya telah hilang
ada yang mengerti
nyanyian si kunyit kecil
ketika hari telah siang

si kunyit kecil di dahan rendang
menari menyanyi girang
laparnya telah hilang
ada yang memahami
bagaimana menjadi insani
menanam pokok membangun taman
alam fauna pun lestari

si kunyit kecil bertenggek, menyanyi
aku tumpang menikmati keindahan pagi

8 Disember 2011

Tuesday, December 6, 2011

BENING NOVEMBER


Tengkujuh menyapa di akhir November
sungai mahabbah melimpah
membasahi tebing tandus
kesekian waktu digersangi mentari
hujan bertandang di pesawangan
ruang cinta bersuaka

Pelayar malam dilanda gelora
meredah laut mimpi tanpa tepi
mencari muara sungai menyusur damai
setelah penat bertarung
akhirnya berlabuh di dermaga cinta
melepas lelah di sudut kota
sekata meneruskan kembara

aku hanyalah nakhoda muda
belayar merentas segara cinta
bersamamu membelah masa
dilambung ombak duka
kala menuju pulau setia

Telah kuharungi ardi dan lurah
antara mimpi dan lelah
sepanjang jalan bertemu ruang
dipenuhi janji dan kata hati

Setelah tiga puluh enam tahun
akhirnya bersuaka di pesawanagan cinta
mendepani sungai, membelakangi gunung
siaga menghadapi masa
masa yang akan kembali
ke sudut yang bukan lagi mimpi

Akhir November ini
beningnya malam yang berbalam
aku masih meraba-raba
mencarimu antara mimpi dan jaga
kau berlari di pentas kota
mengejar neon dan suara anak muda berpesta

Ah! mengapa kita harus bersimpang-siur
berlari membelah waktu
sedang jalan ke sana
sudah berada di depan mata

November bulan melodi
detik malam bercanda
musim melabuh cinta
aku ingin kembali lagi
menemui November itu
yang telah membuat diriku
pencinta yang lemas dalam gelora

Tuhan,
kembalikan bening November itu
sebelum malam melabuh tirainya
aku ingin sekali lagi
meredah samudera penuh gelora
mabuk dibuai alunan gelombang rasa
terkulai layu di atas palka bahtera
yang telah kesekian waktu membawaku
melayari lautan yang tak terlupakan.

29 November 2011

Sunday, October 16, 2011

SELAMAT HARI LAHIR, LAILA


Kaulahir ketika asar menghulur salam
sedang aku masih dibuai ilusi semalam
detik itu mentari enggan menari
wajahnya diselimuti awan kelabu
dapat kulihat risau pada wajah ibumu
apakah esok langit terus berjerebu

kau membesar dibebani tanggungjawab
menjadi kakak kepada enam orang adik
dengan enam karenah berbeza
masing-masing minta dimanja
dan tunjuk ajar mendepani masa muka
sedang dirimu meraba-raba melakar cita-cita

belum sempat menikmati masa remaja
kau dibawa melayari bahtera dewasa
jauh dari ibu dan bapa
bermukim di utara Malaya
membina keluarga sambil mencari bahagia

Hari ini hari lahirmu, Laila
hari yang tak terlupa
oleh ayah, ibu d an adik-adikmu
buatmu kulukiskan sebuah puisi
tanda ingatan ketika kita masih boleh bersapa
ketika nafas masih terus ayah ibu hela
ketika malam masih dikejar senja
dan kita terus bersama
membina keluarga besar yang bahagia
untuk cucu cicit dan generasi masa muka

Selamat hari lahir, Laila
bahagia mendakap nubarimu sentiasa, hendaknya.

16 Oktober 2011


Wednesday, October 5, 2011

MENJUNJUNG BUDI PAHLAWAN PERTIWI


menyusuri sejarah bangsa
tanah watan warisan nenda
kulihat jalan penuh liku
sukar dan perit
dibadai ribut sengketa
detik-detik menuntut merdeka

telah banyak perwira gugur
mempertahankan nusa
tika meredah rimba sengketa
angkara petualang durjana

telah kauselusuri lembah dan ngarai
lorong dan lereng
sungai dan tanjung
menjadi baluarti
tanah warisan leluhur ini
dengan jasad dan martabat
agar hilang setiap duri dan iri
terpadam pawaka dendam
terhapus curang petualang
agar ibu pertiwi menikmati tenang
rimba. flora dan fauna
mekara,segar dan sempurna
dan kita kembali damai
dihembus pawana merdeka

Aduhai sateria bangsa
telah menetes air mata
mengalir di pipi ibunda
telah tumpah darah merah
membasahi jasad nusa
ayah ibu didakap rindu
anaknya gugur di watas nusa
isteri dan anak-anak pasrah
pada ketentuan Ilahi
suami dan ayah kembali
dibaluti panji-panji
jumantara ikut menangis di pusara
mendayu di sebalik kerdipan kejora
bunga bangsa layu di pusara
hanya nafas-nafas rindu
membusa di watas waktu
hanya aroma kemboja
menusuk jauh di sudut kalbu
begitulah secebis pengorbanan
untuk tatapan anak bangsa merdeka

malam ini aku ingin bicara
tentang sejarah perwira
lantunan wajah kesateria bangsa
panglima gagah berani
menggempur onar dan duri
mencantas setiap ancaman anarkis
membunuh curiga dan dusta

jangan kita lupa atau buta
pada hati yang luka
menanggung beban nusa
memikul amanah negara
mempertahankan ibunda
sedang kita terlena di ranjang utama

damai bukan hadir bergolek
merdeka tidak diperolehi
dengan laungan suara-suara sumbang
tetapi dengan perjuangan pahlawan
dengan darah dan air mata
dengan nanah dan jasad yang punah
dengan tangisan jiwa yang lara
merdeka diperolehi
dengan penyerahan jiwa perwira nusa

menyisir pantai kehidupan bangsa
di bumi yang berkat dan mulia ini
kita bersama membangun
tanah tinggalan leluhur
agar sejahtera setiap warga setia
agar sentosa setiap anak bangsa

jangan ada yang lupa
pada jasad-jasad yang terkujur kaku
atau tubuh-tubuh yang tercedera
cacat sepanjang hayat
demi maruah bangsa
demi kedaulatan watan
demi kemaslahatan warga

sesekali, malam beredar siang berganti
pahlawan bangsa ikut terluka
oleh tikaman lidah-lidah dusta
mempersendakan sejarah perjuangan pahlawan
dan sesekali, perwira ikut terdera
oleh kata-kata nista
jiwa=jiwa paranoid dan parokial
terlupa betapa sukarnya
merintis jalan ke istana merdeka
betapa pahitnya
mempertahankan bumi merdeka
betapa lelahnya
mengisi tuntutan rakyat merdeka

kutulis puisi ini
untukmu pahlawan pertiwi
kurakam salam kutitip doa
buat pahlawan gagah berani
buat kesateria bangsa
yang gugur mempertahankan nusa
buat setiap parajurit pewaris nenda
yang menanggung luka dan duka

damailah dikau di tanah bertuah ini
malam ini,
malam kami menjunjung budi pahlawan pertiwi
perjuanganmu akan terpahat
kekal umpama tugu perakam masa
abadi dalam lembaran
sejarah perjuangan pertiwi.

1 Oktober 2011.

Monday, September 12, 2011

PASRAH


Pagi jumaat yang dingin itu

kau terbaring dimamah gering

di atas ranjang tinggalan bonda

kutafsir bicara wajahmu yang pasrah

kau ingin menyusul ke sana

ke laman bonda di negeri barzakh

setelah sedekad terpisah


aku terjelepok di sisimu

merenung nafas-nafas akhir

membusa penuh tertib

sendu berlalu satu persatu

firmanNya mendayu, pilu

esak dan tangis menggenta nubariku

dan bumi ikut termangu


akhirnya kau dijemput ke sana

tanpa sesaat pun terleka

berakhir rindumu terlerai sendu

bermula rinduku teranyam pilu

kita dipisahkan tembok waktu

kita dipisahkan oleh kepastian

dan kematian itu satu kepastian


hujan enggan berhenti menangis

mentari enggan kembali

langit dibedaki warna kelabu

merbah enggan menyanyi seperti selalu

penaku enggan menari lagi

sirna kata-kata untuk sebuah puisi

kematianmu sangat menusuk nubari.


12 September 2011